
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا
««•»»
sayaquuluuna tsalaatsatun raabi'uhum kalbuhum wayaquuluuna khamsatun saadisuhum kalbuhum rajman bialghaybi wayaquuluuna sab'atun watsaaminuhum kalbuhum qul rabbii a'lamu bi'iddatihim maa ya'lamuhum illaa qaliilun falaa tumaari fiihim illaa miraa-an zhaahiran walaa tastafti fiihim minhum ahadaan
««•»»
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan {878} (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali per- tengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda- pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.
{878} Yang dimaksud dengan orang yang akan mengatakan ini ialah
orang-orang ahli kitab dan lain-lainnya pada zaman Nabi Muhammad s.a.w.
««•»»They will say, ‘[They are] three; their dog is the fourth of them. They will say, ‘[They are] five, their dog is the sixth of them,’ taking a shot at the invisible.[1] They will say, ‘[They are] seven, their dog is the eighth of them.’ Say, ‘My Lord knows best their number, and none knows them except a few.’ So do not dispute concerning them, except for a seeming dispute, and do not question about them any of them.
[1] That is, making a wild guess.
««•»»Sesudah selesai menceritakan kisah Ashabul Kahfi, maka dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan perselisihan pendapat yang terjadi pada masa Rasulullah saw mengenai cerita ini. Mereka yang berselisih itu di antara ahli tafsir ada yang mengatakan orang-orang Yahudi ada pula yang mengatakan orang-orang Nasrani yang hidup pada zaman Rasulullah saw.
Menurut riwayat, beberapa orang Nasrani dari Najran memperbincangkan dengan Rasulullah saw tentang jumlah Ashabul Kahfi itu. Berkata orang Nasrani dari aliran "malkaniah" mereka itu berjumlah tiga orang, yang ke empat adalah anjingnya."
Berkata orang Nasrani dari aliran "Ya'qubiyah": Mereka itu berjumlah lima orang yang ke enam adalah anjingnya. Sedangkan golongan Nasturiyah mengatakan: "mereka itu tujuh orang yang ke delapan anjingnya". Dalam hal ini Allah berfirman bahwa mereka mengatakan tiga atau lima orang itu hanyalah sebagai rabaan semata-mata, yakni tidak disertai dengan pengetahuan, seperti melemparkan batu pada malam hari ke suatu sasaran yang tidak tampak oleh mata. Tetapi Tuhan tidak menyatakan terhadap orang yang mengatakan tujuh orang sebagai rabaan yang tidak menentu.
Oleh karena itu menurut Ibnu 'Abbas, pendapat yang mengatakan: Mereka itu tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya, inilah yang benar. Sebab Allah SWT menyatakan kedua pendapat sebelumnya sebagai rabaan yang tidak menentu. Maka hal ini menunjukkan bahwa perkataan yang ke tiga itulah yang benar dan menunjukkan bahwa ucapan itu berdasarkan pengetahuan, keyakinan dan kemantapan iman.
Adapun nama-nama yang tujuh yang bermacam-macam pengucapannya tidak ada yang dapat dipegangi, karena bukan nama Arab; demikian kata Al Hafiz Ibnu Hajar dalam sejarah Bukhari.
Dalam tafsir Ibnu Kasir disebutkan nama-nama mereka sebagai berikut: Maksalmina (yang tertua), Tamlikha, (yang ke dua), Martunus, Birunus, Dominus, Yatbunus, Falyastatyunus dan nama anjingnya Hamran atau Qitmir. Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasul Nya untuk mengemukakan kepada mereka yang berselisih tentang jumlah pemuda penghuni gua itu bahwa Allah SWT lebih mengetahui jumlah mereka itu. Tidaklah perlu banyak memperbincangkan hal yang serupa tanpa pengetahuan, lebih baik menyerahkannya kepada Tuhan.
Bilamana Allah SWT memberitahukan kepada rasul Nya tentang hal itu, tentulah Rasul akan menyampaikannya pula kepada umatnya sepanjang ada manfaatnya untuk kehidupan mereka dunia dan akhirat. Jika hal itu didiamkan seharusnya umatnya mendiamkan diri pula dan tidak perlu membuang-buang tenaga untuk memikirnya.
Tetapi kemudian Tuhan menegaskan, "Tidaklah ada orang yang mengetahui jumlah mereka kecuali sedikit". Di sini Tuhan mengisyaratkan adanya segelintir manusia yang diberi Allah ilmu untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang penghuni-penghuni gua itu.
Siapakah yang sedikit itu? Ibnu Abbas seorang sahabat yang masih muda pada zamannya dipandang tokoh ilmiah di segala bidang mengatakan bahwa dia termasuk yang sedikit itu. Ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu purbakala, mungkin dimasukkan ke dalam golongan yang kecil itu bilamana mereka dengan kegiatan penelitiannya memperoleh fakta-fakta sejarah tentang umat masa lampau, kemungkinan pula termasuk golongan kecil itu.
Tetapi yang terpenting untuk umat Islam dari penonjolan ini bukanlah mencari keterangan tentang jumlah pemuda-pemuda itu, melainkan bagaimana iktibar dan pelajaran yang bermanfaat untuk membina iman dan takwa kepada Allah SWT.
Allah SWT melarang Nabi Muhammad dalam dua hal; Pertama tidak boleh memperdebatkan lagi dengan orang-orang Nasrani tentang pemuda-pemuda itu, dan kedua tidak boleh meminta keterangan mengenai pemuda-pemuda itu kepada mereka.
Pada larangan pertama, Nabi diperintahkan oleh Tuhan untuk menjauhi perdebatan dengan orang-orang Nasrani mengenai hal ihwal pemuda penghuni gua itu, kecuali dengan suatu perdebatan yang ringan dan santai. Cukuplah sekiranya Rasul menyampaikan cerita mereka itu sebagaimana yang diwahyukan Allah tanpa menyalahkan keterangan mereka mengenai bilangan penghuni gua itu tidak pula membodoh-bodohkan mereka mengenal Cerita itu sendiri.
Karena cara demikian itu tidak ada faedahnya. Tujuan pokok cerita itu sendiri ialah memberi suri teladan dan pengajaran serta keyakinan akan kepastian terjadinya hari kiamat.
Di lain surat dengan maksud yang sama Allah berfirman:
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim antara mereka.
(QS. Al Ankabut [29]:46)
Pada larangan kedua: Allah SWT memerintahkan kepada Nabi saw agar tidak meminta keterangan, tentang pemuda-pemuda itu kepada orang-orang Nasrani disebabkan mereka itu sungguh-sungguh juga tidak punya dasar pengetahuan tentang itu. Mereka secara rabaan tanpa dalil yang kuat.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi saw. tentang bilangan para pemuda itu. Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan) sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran (sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja.
Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin (Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun, dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya. Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan. (Katakanlah, "Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit")
Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu." Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. (Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja) daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu (dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka) mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu. Lalu Nabi saw. menjawab, "Saya akan menceritakannya kepada kalian besok", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:
««•»»
They will say, that is, [some of] those disputing the number of the youths [of the cave] at the time of the Prophet (s), in other words, some of these will say that they [the youths] were: ‘Three; their dog the fourth of them’; and they, some [others] among them, will say, ‘Five; their dog the sixth of them’ — both of these sayings were those of the Christians of Najrān — guessing at random, in other words, out of supposition, not having been present with them [at the time], and this [statement ‘guessing at random’] refers back to both sayings, and is in the accusative because it is an object denoting reason, in other words, [they said this] for the reason that they were [merely] supposing it. And they, that is, the believers, will say, ‘Seven; and their dog the eighth of them’ (the sentence is [part of] the subject clause, the predicate of which is the adjectival qualification of sab‘a, ‘seven’ [namely, thāminuhum, ‘the eighth of them’] with the additional wāw [wa-thāminuhum], which is said to be for emphasis, or an indication that the adjective is [semantically] attached to that which it is qualifying). The qualification of the first two sayings as being ‘random’, but not the third, is proof that [the latter] is the satisfactory and correct [number]. Say: ‘My Lord knows best their number, and none knows them except a few’: Ibn ‘Abbās said, ‘I am [one] of these “few” [described]’, and he mentioned that they were seven. So do not contend concerning them except with an outward manner [of contention], [except] with that which has been revealed to you, and do not question concerning them, do not ask for opinions [from], any of them, [from] the People of the Scripture, the Jews. The people of Mecca asked him [the Prophet] about the story of the People of the Cave, and so he said to them, ‘I will tell you about it tomorrow’, but without adding [the words], ‘If God wills’ (inshā’a’ Llāhu) and so the following was revealed:
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 21]•[AYAT 23]•
•[KEMBALI]•
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
22of110
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=18&tAyahNo=22&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#18:22
They will say, that is, [some of] those disputing the number of the youths [of the cave] at the time of the Prophet (s), in other words, some of these will say that they [the youths] were: ‘Three; their dog the fourth of them’; and they, some [others] among them, will say, ‘Five; their dog the sixth of them’ — both of these sayings were those of the Christians of Najrān — guessing at random, in other words, out of supposition, not having been present with them [at the time], and this [statement ‘guessing at random’] refers back to both sayings, and is in the accusative because it is an object denoting reason, in other words, [they said this] for the reason that they were [merely] supposing it. And they, that is, the believers, will say, ‘Seven; and their dog the eighth of them’ (the sentence is [part of] the subject clause, the predicate of which is the adjectival qualification of sab‘a, ‘seven’ [namely, thāminuhum, ‘the eighth of them’] with the additional wāw [wa-thāminuhum], which is said to be for emphasis, or an indication that the adjective is [semantically] attached to that which it is qualifying). The qualification of the first two sayings as being ‘random’, but not the third, is proof that [the latter] is the satisfactory and correct [number]. Say: ‘My Lord knows best their number, and none knows them except a few’: Ibn ‘Abbās said, ‘I am [one] of these “few” [described]’, and he mentioned that they were seven. So do not contend concerning them except with an outward manner [of contention], [except] with that which has been revealed to you, and do not question concerning them, do not ask for opinions [from], any of them, [from] the People of the Scripture, the Jews. The people of Mecca asked him [the Prophet] about the story of the People of the Cave, and so he said to them, ‘I will tell you about it tomorrow’, but without adding [the words], ‘If God wills’ (inshā’a’ Llāhu) and so the following was revealed:
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
•[AYAT 21]•[AYAT 23]•
•[KEMBALI]•
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
22of110
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=18&tAyahNo=22&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#18:22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar